5 Fauna Diyakini Punah, Tetapi Ditemukan Kembali


Karena berbagai alasan, termasuk didalamnya perburuan dan ganguan keseimbangan alam, mengakibatkan kepunahan beberapa hewan berikut. Lantas umat manusiapun sebagai pihak paling dominan atas kepunahan mereka, hanya bisa menggit jari atas semua kenyataan ini. Tetapi seiring berjalannya waktu, keberadaan mereka mulai terungkap kembali kepermukaan. Bukti hidup species yang awalnya telah dianggap punah ini, dapat terdokumentasikan secara visual oleh para ahli. Namun memang jumlahnya yang sangat sedikit, menjadikan hewan berikut tetap menjadi satwa dengan resiko kepunahan yang sangat besar. Berikut 5 fauna besar yang awalnya diyakini telah punah namun muncul kembali:

1. Takahe
Takahe (Porphyrio hochstetteri) adalah burung yang tidak bisa terbang asli Selandia Baru dari keluarga Rallidae. Burung ini sempat dianggap punah setelah empat spesimennya ditemukan tahun 1898. Namun, setelah dilakukan pencarian burung ini akhirnya ditemukan lagi oleh Geoffrey Orbell dekat Danau Te Anau di Pegunungan Murchison, Pulau Selatan, pada 20 November, 1948. Tatanama biologi dari burung ini memperingati geologis berkebangsaan Austria Ferdinand von Hochstetter.

Takahē adalah anggota Rallidae yang terbesar, burung ini memiliki tinggi 63 cm dan memiliki berat sekitar 3 kg. Burung ini besar, bersayap kecil, kaki yang kuat dan paruh yang besar. Takahe dewasa umumnya berwarna ungu-kebiruan, dengan punggung berwarna hijau.Dan paruh berwarna kemerahan. Lutut berwarna merah muda. Burung jantan dan betina memiliki warna yang sama, walaupun Takahē betina berukuran lebih kecil, sedangkan anak Takahē berwarna cokelat pucat. Burung ini bersuara berisik dan keras.

2. Burung Pelatuk Paruh Gading
Pelatuk yang memiliki nama ilmiah Campephilus principalis adalah salah satu spesies dari familia Burung pelatuk, Picidae; binatang ini secara resmi didaftarkan sebagai spesies terancam, namun pada akhir abad ke-20 telah ditetapkan secara luas sebagai spesies yang telah punah.

Sebuah laporan menyatakan ditemukannya spesies jantan di Arkansas pada tahun 2004 dan 2005 dilaporkan oleh sebuah regu dari Laboratorium Ornitologi Cornell pada April 2005 (Fitzpatrick et al., 2005). Jika benar, hal ini akan menjadikan Pelatuk paruh gading menjadi sebuah spesies lazarus, suatu spesies hidup yang ditemukan kembali setelah ditetapkan punah selama beberapa waktu. Penawaran sebesar $ 10.000 ditawarkan untuk informasi yang bisa menunjukkan sarang, tempat bertengger atau tempat makan Pelatuk paruh gading. Panjang Pelatuk Paruh Gading adalah 50 cm dan berat 600 gram. Binatang ini memiliki rentang sayap sepanjang 75 cm.

3. Coelacanth
Coelacanth adalah nama ordo (bangsa) ikan yang antara lain terdiri dari sebuah cabang evolusi tertua yang masih hidup dari ikan berahang. Coelacanth diperkirakan sudah punah sejak akhir masa Cretaceous 65 juta tahun yang lalu, sampai sebuah spesimen ditemukan di timur Afrika Selatan, di perairan sungai Chalumna tahun 1938. Sejak itu Coelacanth telah ditemukan di Komoro, perairan pulau Manado Tua di Sulawesi, Kenya, Tanzania, Mozambik, Madagaskar dan taman laut St. Lucia di Afrika Selatan. Di Indonesia, khususnya di sekitar Manado, Sulawesi Utara, spesies ini oleh masyarakat lokal dinamai ikan raja laut. Coelacanth terdiri dari sekitar 120 spesies yang diketahui berdasarkan penemuan fosil.

4. Bayan Malam
Bayan malam (Pezoporus occidentalis) adalah bayan ekor lebar berukuran kecil yang merupakan endemik dari benua Australia. Spesies ini sebenarnya ditempatkan dalam genus tersendiri (Geopsittacus) (Forshaw & Cooper, 1989, juga Gould, 1865), namun banyak ilmuwan saat ini lebih memilih menempatkannya ke dalam genus Pezoporus menurut Leeton et al. (1998), begitu juga dengan bayan tanah. Burung budgerigar yang terkenal tidak terlelu berkerabat jauh (Christidis et al., 1991) dengan burung ini.

5. Solenodon Kuba
Solenodon Kuba (Solenodon cubanus), disebut Almiqui di Kuba, adalah soricomorph yang endemik pada Kuba. Spesies ini masuk kedalam famili Solenodontidae bersama spesies lainnya yang mirip, Solenodon Hispaniola (Solenodon paradoxus). Solenodon memiliki air liur yang beracun. Spesies ini ditemukan pada tahun 1861 oleh penyelidik alam Jerman, Wilhelm Peters. Spesies ini memiliki mata kecil, dan rambut berwarna coklat tua sampai hitam. Spesies ini merupakan spesies terancam karena diserang oleh predator yang dibawa manusia.(**)


0 komentar:

Post a Comment